Kiss FM Medan – Bekerja sambil ngopi di kafe memang terasa ideal, tapi di Korea Selatan tren ini jadi kelewat ekstrem. Belakangan, pelanggan Starbucks di sana bukan hanya membawa laptop, melainkan menyeret komputer desktop lengkap dengan monitor, CPU, keyboard, mouse, hingga printer. Fenomena ini membuat suasana gerai lebih mirip kantor darurat ketimbang ruang santai.
Untuk menjaga kenyamanan, Starbucks Korea akhirnya memperbarui kebijakan. “Laptop dan perangkat kecil masih diperbolehkan, tapi pelanggan diminta untuk tidak membawa komputer desktop, printer, atau barang besar lain yang bisa mengurangi kursi dan memengaruhi ruang bersama,” ujar juru bicara Starbucks kepada Fortune.
Tren ini dikenal dengan istilah cagongjok—gabungan kata “café”, “gongbu” (belajar), dan “jok” (suku). Awalnya sekadar menggambarkan kebiasaan kerja atau belajar di kafe, kini istilah tersebut bernuansa peyoratif. Sebagian orang bahkan menyebut mereka “pencuri listrik,” karena bisa duduk berjam-jam hanya dengan membeli satu gelas kopi.
Fenomena ini tidak lepas dari kondisi pasar properti di Seoul. Menurut data CBRE, tingkat kekosongan ruang kantor pada April 2025 hanya 2,6 persen, sementara harga sewa naik 1,5 persen dibanding kuartal sebelumnya. Hal itu membuat banyak perusahaan enggan menambah ruang kantor dan mendorong karyawan bekerja jarak jauh dari rumah atau kafe.
Meski begitu, Starbucks ingin mengembalikan identitasnya sebagai “ruang ketiga” yang ramah—tempat di antara rumah dan kantor untuk bersantai. Dengan lebih dari 2.050 gerai di Korea, Starbucks menegaskan bahwa mereka tetap kafe, bukan coworking space gratisan.
Bagi banyak pengamat, aturan baru ini dianggap langkah wajar. “Saya malah terkejut butuh waktu selama ini,” kata Jo Elfving-Hwang, profesor asosiasi budaya Korea di Curtin University, menanggapi kebijakan tersebut.
Dengan aturan baru, Starbucks berharap keseimbangan bisa kembali tercipta: kerja di kafe tetap boleh, asal jangan sampai bawa printer segala.












