Kiss FM Medan – Kerusuhan LA yang terjadi belum lama ini kembali mengingatkan dunia akan bagaimana teknologi dan kekacauan bisa bertabrakan secara tragis dan ironis. Salah satu kejadian paling menarik terjadi di Apple Tower Theatre, sebuah toko Apple bergaya vintage yang dikenal sebagai ikon kota Los Angeles. Di tengah kerusuhan dan penjarahan, toko ini jadi sasaran, tapi para penjarah sepertinya lupa satu hal penting: Apple bukan merek sembarangan.

Begitu iPhone berhasil diambil dari toko dan keluar dari jaringan resmi Apple, sistem keamanan canggihnya langsung aktif. Ponsel otomatis dinonaktifkan dan layar memunculkan pesan: “iPhone ini dicuri. Kembalikan ke Apple Store.” Tak hanya itu, alarm juga langsung menyala—membuat siapa pun yang mencuri jadi sulit bersembunyi atau menjual barang curian tersebut.

Fitur anti-maling ini memang bukan hal baru, tapi kejadian di tengah kerusuhan LA membuktikan keefektifan sistem Apple. iPhone tak bisa dijual ulang karena terkunci iCloud, tak bisa di-reset, bahkan tak bisa dipakai sama sekali tanpa akun pemilik asli. Teknologi yang biasa kita pakai sehari-hari ini ternyata bisa jadi perisai kuat saat terjadi kekacauan.

Namun di balik kecanggihan itu, ada pelajaran penting. Kerusuhan LA menunjukkan bagaimana aksi damai bisa dengan cepat berubah jadi chaos saat emosi tak terkendali. Apa yang dimulai sebagai upaya menyuarakan keadilan, bisa berubah arah dan berdampak buruk bagi semua pihak—toko, masyarakat, bahkan teknologi itu sendiri.

Mungkin inilah saatnya kita bertanya: bagaimana cara menyuarakan pendapat tanpa membakar semuanya? Karena ketika kerusuhan meledak, yang hancur bukan cuma bangunan—tapi juga rasa aman dan kepercayaan di tengah masyarakat.