Kiss FM Medan — Sejak banjir bandang dan longsor menerjang Tapanuli Tengah dan Sibolga akhir November 2025, akses jalan, distribusi logistik, dan suplai kebutuhan pokok lumpuh total. Kondisi ini menjerumuskan sebagian warga ke tindakan nekat: penjarahan minimarket demi bertahan hidup.
Seorang Ayah Menangis & Minta Maaf karena “Terpaksa Menjarah”
Dalam video viral yang beredar, seorang warga — ayah dari anak kecil — mengaku terpaksa mengambil mie instan dan barang kebutuhan dasar dari minimarket. Dalam suaranya yang bergetar, ia berkata: “Saya minta maaf. Saya ambil untuk anak saya makan… nanti kalau sudah kerja, saya bayar.” Peristiwa itu memperlihatkan bagaimana krisis kelaparan akibat kelangkaan makanan membuat warga berada di bawah tekanan berat — bukan karena niat kriminal, tapi karena naluri bertahan hidup.
Respon Pemerintah & Upaya Percepatan Bantuan
Setelah video viral, pihak provinsi dan aparat segera bergerak. Pemerintah menggencarkan distribusi logistik dan bantuan ke wilayah terdampak agar warga tak lagi kekurangan pangan. Sementara itu, kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan bahwa penjarahan itu terjadi karena kelaparan — bukan aksi terorganisir — dan barangkali tak separah kejahatan kriminal biasa.
Antara Empati dan Pelajaran: Manusia di Tengah Bencana
Kisah ayah di Sibolga ini memunculkan dilema moral sekaligus simpati: pada satu sisi, tindakan mengambil barang secara paksa dari minimarket tetap menyalahi aturan; tapi di sisi lain, ini adalah cerminan kondisi darurat saat warga tak punya pilihan lain demi menyelamatkan keluarga mereka. Kejadian ini mengingatkan bahwa saat bantuan terlambat — dampak kemanusiaan bisa memaksa orang normal melakukan hal ekstrem.











