Kiss FM Medan – Berkisah tentang perjuangan Yang Chil Seong berjuang melawan penjajah bersama Warga Garut, Maudy Ayunda dan Kim Kibum dikabarkan akan menjadi pemeran utama dalam film ini.

Berdasarkan keterangan, Kim Bum akan memerankan tokoh utama yakni Yang Chil Seong atau Komaroedin. Sedangkan Maudy Ayunda akan berperan menjadi istri Yang Chil Seong yang merupakan warga Garut asli Wanaraja.

Rencananya film Tanah Air Kedua ini mulai diproduksi pada bulan Oktober mendatang. Proses syuting film ini akan dilaksanakan di Garut dan juga Korea Selatan.

Kisah Heroik Yang Chil Seong alias Komarudin, Pemuda Korea yang Berjuang untuk Indonesia

Memiliki nama Indonesia “Komarudin” dan nama Jepang “Yanagawa Shichisei”, pemuda asal Korea dengan nama asli Yang Chil Seong menjadi seorang pahlawan yang turut berperang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dari yang awalnya menjadi tentara Jepang bertugas menjaga tawanan di Bandung, hingga pada akhir hayatnya Yang Chil Seong mati dengan gelar pahlawan Republik Indonesia.

Diberikan tugas secara paksa

Bermula dari Penjajahan Jepang di Asia Tenggara (1941-1942), sekitar 300.000 orang tahanan perang dari negara Sekutu ditangkap oleh pasukan Jepang.

Untuk mengendalikan tahanan yang sedemikian banyaknya, pasukan Jepang memerlukan bantuan tambahan dan memutuskan untuk menunjuk 3.000 pemuda Korea sebagai penjaga tahanan.

Kala itu, Semenanjung Korea dijajah Jepang pada 1910-1945, banyak pemuda Korea direkrut oleh Jepang untuk menjadi bagian dari kemiliteran mereka.

Pada Juni 1942, Yang Chil Seong berusia 23 tahun dan merupakan ayah dari seorang anak. Ia harus pergi ke Busan, salah satu kota di Korea Selatan, karena sekaligus menjadi tawanan pasukan Jepang dan menjadi saat terakhir bagi Yang Chil Seong untuk melihat keluarganya.

Tanpa mengetahui apa yang harus dilakukannya sebagai penjaga tahanan, Yang Chil Seong bersama 3.000 pemuda Korea lainnya menerima latihan militer layaknya pasukan Jepang.

Latihan tersebut dilakukan setiap hari, mereka dilatih secara fisik maupun mental yang dididik untuk setia pada kaisar dengan mandat militer.

Yang Chil Seong bersama ribuan pemuda Korea lainnya diberangkatkan dari Busan ke wilayah-wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk disebarkan ke tempat-tempat tahanan milik Jepang. Yang Chil Seong ditempatkan di penampungan tahanan yang berada di Bandung (Pusat Pendidikan Prajurit Militer Cimahi).

Lebih dari 83.000 tahanan perang sekutu ditawan di Pulau Jawa. Tahanan Sekutu dan tahanan perang diperlakukan sangat kejam oleh militer Jepang, bahkan makanan dan obat-obatan untuk bertahan hidup tidak disediakan dengan lengkap.

Pola makan yang tidak cukup baik membuat mereka terkena berbagai macam masalah kesehatan dan kurangnya tenaga kesehatan seperti dokter membuat banyak di antara mereka yang harus meregang nyawa, “…mereka mati bukan karena perang, melainkan karena kelaparan” (Misako Oyama, Perkumpulan Bantuan Korban Kejahatan Perang).

Menjadi “Penjahat” Perang

Yang Chil Seong diberikan tugas untuk menjaga para tawanan Jepang di Cimahi, dan menjadi momen pertama kali ia bertemu dengan Lience Wenas, seorang pribumi yang kerap menjenguk keluarganya dalam tahanan, yang pada akhirnya menjadi istrinya (Jo, 2018:343-344).

Tak berselang lama dari masa pernikahannya, Jepang kemudian dinyatakan kalah oleh Sekutu pada 15 Agustus 1945, disusul dengan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Momen tersebut membuat pada pemuda Korea secara tidak langsung terbebaskan dari tawanan Jepang, namun di sisi lain, mereka dianggap sebagai “penjahat perang” di mata Sekutu.

Kedatangan kembali Sekutu ke Indonesia selain bermaksud untuk menduduki Indonesia kembali, juga untuk mencari para “penjahat perang”. Tindakan tersebut sesuai dengan isi perjanjian Postdam yang berisi bahwa pihak yang kalah atau “penjahat perang” harus dihukum.

Pada saat itulah Yang Chil Seong beserta 9 orang rekannya melarikan diri.

Dengan situasi mendesak yang demikian dan kondisinya yang tidak bisa kembali ke Korea, Yang Chil Seong dan rekannya ditawan oleh Pasukan Pangeran Papak. Pada awalnya mereka akan dibunuh, namun Major Kosasih menghentikan itu.

Setelah sekian lama hidup berdampingan dengan pribumi, Yang Chil Seong bersimpati pada perjuangan rakyat Indonesia dan memutuskan untuk bergabung dalam Pasukan Pangeran Papak, pasukan gerilyawan di kota Garut (Jo, 2018:344).

Berjuang untuk Indonesia

Di bawah perintah Pasukan Pangeran Papak, Yang Chil Seong melakukan berbagai aksi penyerangan terhadap Sekutu.

Dikenal sebagai sosok yang cerdas dan gemar memberikan ide-ide cemerlang yang digunakan untuk strategi penyerangan, tentara pribumi memberikan nama panggilan Komarudin kepada Yang Chil Seong.

Hal tersebut semakin meningkatkan rasa berani tentara gerilya untuk berperang melawan Sekutu.

Dengan ide-ide cemerlangnya dan berhasil dalam berbagai operasi yang dilakukan membuat mereka semakin kuat, ia beserta Pasukan Pangeran Papak pun menjadi buronan tentara Sekutu.

Hingga pada akhirnya, pasukan Sekutu berhasil mengepung Pasukan Pangeran Papak dan turut menangkap Yang Chil Seong beserta mantan tentara Jepang lainnya.

Yang Chil Seong diadili secara singkat dalam pengadilan militer yang dibuat oleh militer Belanda dan divonis hukuman mati.

Menjelang saat-saat terakhirnya sebelum dieksekusi, Yang Chil Seong menyerukan kata “Merdeka!”. Hal tersebut dianggap sangat heroik bagi masyarakat Indonesia.

“Komarudin orang hebat, Komarudin ikut membantu memperjuangkan, menghilangkan penderitaan orang Indonesia” ujar Haryono, anggota keluarga pahlawan perang di Garut.

Hingga pada akhirnya, beliau dieksekusi dengan menerima tembakan di kepala dan menghembuskan napas terakhirnya di Tanah Air.

Ia dimakamkan di pemakaman umum Pasirpogor, yang kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut oleh pemerintah Indonesia pada 1975 dengan diberi gelar sebagai pahlawan Republik Indonesia.

Yang Chil Seong beserta pejuang Indonesia lainnya tidak akan dilupakan dan sejarahnya akan selalu dikenang oleh rakyat Indonesia.

Dari kisah hidup Yang Chil Seong, masyarakat Indonesia dapat melihat bahwa semangat untuk merdeka yang sedemikian besar bisa dirasakan oleh orang “bukan” Indonesia, dan mengharapkan hal yang sama juga bisa dirasakan oleh orang “asli” Indonesia. Kemerdekaan menjadi impian Yang Chil Seong, begitu pun seharusnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penulis: Gladys CD

Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here