Kiss FM Medan – Kaum disabilitas saat ini di Indonesia belum mendapatkan perhatian memadai baik dari pemerintah hingga masyarakatnya sendiri. Seperti beberapa waktu lalu pengabaian terhadap kaum ini mungkin secara tidak sengaja dilakukan oleh para pekerja konstruksi.
Yaitu marka jalan berwarna kuning yang ada di trotoar dengan tujuan untuk memandu jalannya para tunanetra ternyata dibuat sangat berdempetan dengan pagar rumah orang. Lebih parahnya lagi, pagar rumah tersebut memiliki pagar duri yang bisa melukai siapa saja yang berjalan di dekatnya.
Kaum disabilitas terkadang disepelekan dan tidak mendapat perhatian. Bahkan mereka sangat sulit mendapatkan pekerjaan layak, seperti kita, mereka juga memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarganya. Karena hal itulah Deaf Cafe Fingertalk akhirnya didirikan.
Deaf Cafe Fingertalk adalah sebuah cafe yang memperkerjakan kaum disabilitas, seluruh karyawannya adalah tunarungu. Cafe penuh inspirasi ini ternyata milik seorang wanita mantan analisis keuangan di sebuah bank swasta di Singapura, bernama Dissa Syakina Ahdanisa. Dissa memilih untuk resign dan fokus membesarkan Deaf Cafe Fingertalk.
Awalnya Dissa sempat nongkrong di sebuah cafe di Nikaragua. Cafe yang dikenal dengan nama Café de las Sonrisas ini ternyata mempekerjakan semua pegawai tunarungu, hanya pemiliknya saja, Antonio Prieto yang tidak. Tentu saja hal ini menarik minatnya dan memiliki cita-cita untuk membangun cafe yang sama di Indonesia. Dengan dibantu rekannya Pat Sulistyowati, mantan Ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia, Mei 2015 Deaf Cafe Fingertalk resmi berdiri di Pamulang, menggandeng 5 tunarungu untuk bekerja sebagai koki dan pramusaji. “Ada yang sudah bisa memasak, ada juga yang harus belajar dulu,” ungkapnya dilansir tabloid Bintang.
Untuk para pengunjung yang ingin memesan makanan di cafe ini, Dissa menyediakan kertas dan pulpen untuk komunikasi. Namun bagi mereka yang bisa berbahasa isyarat maka sangat diperbolehkan untuk melakukannya karena semua karyawan sudah memahami bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Inspiratif banget ya mbak Dissa ini, karena beliau lebih memilih resign dari pekerjaan yang bisa dibilang sudah pasti membuatnya nyaman karena gaji yang besar, namun ia memilih untuk peduli pada kaum yang terpinggirkan.